Mekeng: Rapat Korbid Golkar Diteken Sekjen, Indra Utoyo Diundang


Mekeng: Rapat Korbid Golkar Diteken Sekjen, Indra Utoyo DiundangKPK periksa Melchias Marcus Mekeng. ©2019 Merdeka.com/Dwi Narwoko

 Ketua Korbid Pemenangan Sumatera Partai Golkar Indra Bambang Utoyo mengaku tidak mendapatkan undangan rapat korbid. Rapat korbid yang dia teken pun dianggap tidak berlaku.
Politikus Golkar loyalis Airlangga Hartarto, Melchias Markus Mekeng membantah tidak ada undangan untuk Indra Utoyo. Menurutnya, semua rapat korbid sudah dijadwalkan. Namun, Mekeng mengaku lupa kapan jadwal untuk Indra Utoyo.
"Saya rasa tiap korbid ada jadwal rapatnya masing-masing, saya tidak hafal jadwalnya kapan buat pak Indra Bambang Utoyo," ujar Mekeng kepada merdeka.com, Selasa (10/9).
Mekeng menyebut jadwal rapat memang dibuat oleh sekretaris jenderal. Kata dia, semua surat undangan harus dibubuhi tanda tangan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Sekjen Golkar Lodewijk Freidrich Paulus.
"Iya dong, semua surat keluar harus ditandatangani oleh Ketum dan Sekjen atau Sekjen sendiri yang sifatnya internal," jelasnya.
Diberitakan, Politikus Golkar, Indra Bambang Utoyo kaget bukan kepalang. Undangan rapat koordinator bidang yang ditekennya dianggap tidak berlaku oleh DPP Golkar.
Sedianya, Indra yang merupakan Ketua Korbid Pemenangan Wilayah Sumatera ingin pimpin rapat Selasa (10/9). Namun, prosedur undangan rapat korbid mendadak diubah.
"Sebagai ketua Korbid Pemenangan Pemilu wilayah Sumatera, aku mengundang rapat Korbid seperti biasa. Tiba-tiba ada kebijakan baru bahwa rapat korbid yang mengundang adalah Sekjen. Jadi undanganku tidak berlaku," kata Indra saat berbincang kepada merdeka.com.
Indra menceritakan, rapat Korbid dengan tanda tangan Sekjen Golkar Lodewijk F Paulus keluar Senin (9/9). Anehnya lagi, kata dia, sebagai ketua Korbid, dirinya malah tidak diundang rapat.
"Kemarin undangan rapat sudah dikeluarkan Sekjen kepada anggota Korbid PP Sumatera, ada 3 orang yang tidak diundang, aku, Andi Sinulingga dan Aroem. Sangat aneh, Ketua Korbid yang biasa memimpin rapat tidak diundang. Ada apa ini? Manajemen cara apa yang dilakukan Airlangga. Apa ini perusahaan? Kita semua pegawai?" tanya Indra. [rnd]
Share:

ICW Absen, IPW Hadiri RDPU Soal Capim KPK dengan DPR


 ICW Absen, IPW Hadiri RDPU Soal Capim KPK dengan DPR
ICW. ©2015 merdeka.com
 Komisi III menggelar rapat dengar pendapat umum dengan koalisi masyarakat sipil. Perwakilan LSM yang hadir adalah Presidium Nasional Relawan Indonesia Bersatu, Presidium Poknas, dan Indonesia Police Watch.
Rapat tersebut diselenggarakan secara terbuka. Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III dari PDI Perjuangan Herman Hery. Rapat dengar pendapat itu berkaitan dengan seleksi calon pimpinan KPK.
Anggota Komisi III Arsul Sani mengklaim sebetulnya lembaga yang kritis dalam isu korupsi, seperti ICW bisa saja hadir dalam RDPU. Namun, kata dia, tidak perlu ada undangan dari DPR, tinggal bersurat ke sekretariat.
"Kami minta yang ingin hadir format resmi ya kirim surat ke sekretariat komisi III, kita akan hadir sehingga kami undang, secara resmi walaupun via WA karena waktunya terbatas. Jadi sudah kita kasih kesempatan," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (10/9).
Sekjen PPP itu mengaku tidak pilih-pilih LSM. LSM yang kerap mengkritik Komisi III maupun proses seleksi Capim KPK diundang.
"Tidak ada, bahkan Pak Nasir Djamil, saya termasuk yang pingin temen ICW datang. Sampaikan saja ke sini. Kan barangkali lebih bermanfaat menyampaikan di sini daripada di gedung KPK gitu," ucapnya. [lia]
Share:

Fahri Hamzah Persiapkan Partai Gelombang Rakyat, akan Dideklarasikan Oktober


 Fahri Hamzah Persiapkan Partai Gelombang Rakyat, akan Dideklarasikan Oktober
Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI). ©2019 Merdeka.com/ dokumentasi Garbi Situbondo
 Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang dipecat dari PKS akan membentuk partai baru. Rencananya, pembentukan partai itu bakal final pada bulan Oktober. Partai tersebut bernama Gelombang Rakyat atau disingkat Gelora.
Kata Fahri, pembentukan Gelora merupakan aspirasi yang setuju ormas Garbi membikin menjadi partai politik. Ormas Garbi atau Gerakan Arah Baru Indonesia merupakan ormas yang dimotori mantan petinggi PKS seperti Anis Matta dan Fahri Hamzah.
"Itu sekali lagi aspirasi dari teman-teman setelah membuat ormas, sebagian ingin membentuk parpol. Muncul lah ide-ide, mudah-mudahan bulan Oktober akan kita konkret kan di lapangan," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (10/9).
Fahri menyebut struktur Gelora sudah dicicil dibentuk di tingkat daerah. Fahri berkata akan intensif membangun partai setelah pensiun dari DPR akhir September nanti.
"Nanti setelah saya betul-betul pensiun, baru saya intensif melihat bagaimana jadwal yang bisa kita terapkan," kata dia.
Salah satu agenda Gelora adalah untuk ikut Pilkada 2020. Fahri mengatakan beberapa kepala daerah inkumben atau yang berpotensi maju, merupakan orang-orang Garbi. Contohnya adalah Tri Wisaksana yang merupakan anggota DPRD dari PKS.
"Ya kalau anda lihat di Kaltim, wakil gubernur. Di Jakarta juga kan banyak. Salah satu cagub berpotensi Tri Wisaksana," kata dia.
Fahri juga menjelaskan makna Gelora. Nama itu merupakan singkatan Gelombang Rakyat. "Yang memang sebagian menjadi aspirasi bagi teman-teman karena dianggap bahwa ada ketidakmampuan kita membangkitkan apa yang tertidur dari diri kita. Raksasa yang sedang tidur," jelasnya.
Namun, kata Fahri nama tersebut masih digodok bersama rekan-rekannya. Belum ada yang final sampai deklarasi Oktober nanti.
"Nah makanya nama itu yang bakal dipilih teman-teman. Cuma belum final dan semuanya masih dalam diskusi. Saya sih belum terlalu intensif mengikutinya. Karena masih dalam posisi jabatan. Tapi itulah kira-kira pikirannya," pungkasnya. [bal]
Share:

Fahri Hamzah Soal Surat Pernyataan Capim KPK: Parno itu Teman-teman Komisi III


Fahri Hamzah Soal Surat Pernyataan Capim KPK: Parno itu Teman-teman Komisi IIIFahri Hamzah. ©2017 dok foto dok ri
 Calon pimpinan KPK harus menekan kontrak politik dengan DPR. Kontrak politik tersebut berupa surat pernyataan tertulis berupa komitmen dalam uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menentang surat pernyataan tertulis tersebut. Menurutnya, Komisi III terlalu paranoid sehingga sampai meminta calon pimpinan KPK harus menaati undang-undang.
"Ya enggak boleh, makanya itu saking parnonya teman-teman di komisi III itu, sampai pimpinan KPK suruh taat UU. Sebenarnya itu enggak boleh, otomatis kan harus taat," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (10/9).
Fahri mengatakan, KPK merupakan lembaga superbody. KPK memiliki wewenang untuk menyadap, menangkap dan geledah tanpa dasar undang-undang. Oleh karena itu, dia menilai capim KPK sebenarnya tidak perlu membuat surat pernyataan.
"Makanya diminta, eh taat UU. Harusnya kan sudah harus taat enggak perlu diminta. Cuman kan kejadian selama ini gak gitu," jelasnya.
Diberitakan, Komisi III DPR akan meminta calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (capim KPK) periode 2019-2023 membuat surat pernyataan tertulis. Surat itu berisi komitmen para capim terkait materi yang kemungkinan akan ditanya dalam uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper.
"Cuma surat pernyataan biasanya standar. Nah kali ini untuk fit and proper test capim KPK surat pernyataannya tidak standar. Tetapi yang standar plus nanti ditambah hal-hal yang merupakan komitmen," kata Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/9).
Arsul mencontohkan salah satu komitmen yang akan dilihat Komisi III dalam surat saat fit and proper test. Semisal terkait revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi[ray]
Share:

5 Capim KPK Jalani Uji Kepatutan dan Kelayakan di DPR Hari Ini

 5 Capim KPK Jalani Uji Kepatutan dan Kelayakan di DPR Hari Ini
 10 Calon Pimpinan KPK akan menjalani uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper tes), setelah sebelumnya menyeselesaikan uji pembuatan makalah di Komisi III DPR, Selasa (10/9) kemarin.
Komisi III DPR membagi proses uji kepatutan dan kelayakan menjadi dua gelombang. Pertama, 5 Capim KPK lebih dulu akan jalani uji kelayakan pada Rabu (11/9). Mereka adalah Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, Sigit Danang Djoyo, Nurul Ghufron dan I Nyoman Wara.
Lima nama berikutnya akan dilanjutkan pada Kamis (12/9). Mereka adalah Alexander Marwata, Johanis Tanak, Luthfi Jayadi Kurniawan, Firli Bahuri, Roby Arya.
Uji kepatutan ini rencananya akan dipimpin langsung oleh Ketua Komisi III DPR Azis Syamsuddin.
Berikut jadwal lengkap uji kepatutan dan kelayakan 10 Capim KPK di Komisi III DPR:
Rabu, 11 September
1. Nawawi Pomolango, pukul 10.00 - 11.30 WIB.
2. Lili Pintauli Siregar, pukul 11.30 - 13.00 WIB.
3. Sigit Danang Djoyo, pukul 14.00 - 15.30 WIB.
4. Nurul Ghufron, pukul 15.30 - 17.00 WIB.
5. I Nyoman Wara, pukul 17.00 - 18.30 WIB.
Kamis, 12 September 2019
1. Alexander Marwata, pukul 10.00 - 11.30 WIB.
2. Johanis Tanak, pukul 11.30 - 13.00 WIB.
3. Luthfi Jayadi Kurniawan, pukul 14.00 - 15.30 WIB.
4. Firli Bahuri, pukul 15.30 - 17.00 WIB.
5. Roby Arya, pukul 17.00 - 18.30 WIB. [rnd]
Share:

Politikus PDIP Ibaratkan DPR 'Owner' KPK, Wajar Capim Lakukan Lobi


 Politikus PDIP Ibaratkan DPR 'Owner' KPK, Wajar Capim Lakukan Lobi
Masinton Pasaribu. ©2017 dok foto dok ri
 Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menilai wajar, apabila ada lobi Capim KPK kepada anggota dewan. Masinton mengibaratkan, anggota dewan Komisi III DPR sebagai 'owner' alias pemilik.
"Biasa saja lobi ke ownernya. Silahturahmi ke owner lah, ya memperkenalkan diri kan ga salah," ungkapnya pada awak media di Gedung DPR RI, Rabu (11/9).
Namun ia menegaskan, lobi antara anggota dewan dengan Capim KPK tak menghasilkan apa-apa. Dia menjamin, hanya sebatas memperkenalkan diri.
"Tapi kalau minta dipilih ya nanti kami pertimbangkan, tapi tidak otomatis," ucapnya.
Meski begitu, hingga saat ini, dia meyakini, belum ada capim yang melobi ke Komisi III DPR maupun Fraksi PDIP. "Sampai saat ini belum ada lobi. Kalau mau datang lobi-lobi silaturahmi, ya silakan," katanya.
Reporter Magang: Ahdania Kirana [rnd]
Share:

Desmond Cecar Capim Lili: Anda Mengada-ada Soal Justice Collaborator di UU KPK

Desmond Cecar Capim Lili: Anda Mengada-ada Soal Justice Collaborator di UU KPK
desmond j mahesa. ©2017 Merdeka.com/dpr.go.id
 Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa mengkritisi jawaban calon pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar terkait hubungan LPSK dan KPK. Dia meminta Lili untuk belajar lagi meski pernah menjadi bagian dari LPSK selama 10 tahun.
"Kesan saya dari jawaban-jawaban itu, kalau di sana (KPK) tuh belajar lagi gitu," kata Desmond saat uji kelayakan dan kepatutan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (11/9).
Politikus Gerindra itu menyinggung Lili apakah paham terkait UU KPK dan UU LPSK. Lantas Desmond menanyakan Lili, siapa lembaga yang berkewenangan memberikan Justice Collaborator (JC).
"Kalau anda paham, yang punya kapasitas dalam dua UU tersebut untuk JC apa sebenarnya?" tanya Desmond.
"Bagi kami kalau menggunakan UU LPSK, LPSK, LPSK diberi kewenangan juga untuk menentukan JC. Kedua, UU KPK juga sebagai penentu JC," kata Lili menjabarkan jawaban.
"Kalau menggunakan Sema 04, hakim juga berwenang menentukan JC, ada UU di LPSK memang memberi status JC untuk..," lanjutnya.
Desmond kemudian memotong pernyataan Lili. Dan menanyakan pasal berapa di UU KPK terkait status JC.
"Di UU KPK, izin, itu tidak menyebut dengan jelas," kata Lili.
Mendengar jawaban itu, Desmond mengatakan jawaban tersebut membuktikan pernyataan Lili mengada-ada.
"Ok, itu anda sudah mengada-ada, sudah enggak benar itu," kata Desmond.
"Anda bilang paham tadi. 10 tahun anda tidak memahami kewenangan JC, LPSK lah yang diberikan UU yang melakukan JC. Ibu baca lagi yang benar. Anda paham enggak, anda bangun komunikasi. Anda harusnya beritahu ke KPK, JC wilayah LPSK. Di republik ini LPSK diberi kewenangan JC. Saya jadi ragu kepada anda," tegas Desmond.
Setelah itu, Desmond kembali mencecar Lili terkait independensi KPK. Lili menjawab independen dalam hal melakukan tindakan tanpa intervensi. Namun, Desmond tidak puas dan menegaskan apakah lembaga KPK bisa merekrut pegawai sendiri, disebut independen. Lantas dia mengarahkan apakah Lili memandang KPK yang sekarang telah salah.
Mendengar perdebatan itu, pimpinan rapat Erma Ranik langsung menyetopnya. "Ini perempuan, Pak Desmond jangan galak-galak," kata dia. [ray]
Share:

Agus Rahardjo: Biar Anggota DPR Periode 2019-2024 yang Bahas Revisi UU KPK


 Agus Rahardjo: Biar Anggota DPR Periode 2019-2024 yang Bahas Revisi UU KPK
Ketua KPK Agus Rahardjo. ©2017 Merdeka.com/Rendi Perdana
 Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo menyarankan agar Revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi baru dibicarakan pada masa jabatan Anggota DPR RI periode 2019-2024. Sebab, kata Agus, masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019 hanya tersisa kurang lebih 2 pekan.
"Hari ini ada usaha untuk melakukan revisi, dan kami tolak karena, bayangkan itu harus selesai 30 September 2019, biarkan DPR berikutnya yang membicarakannya, yang ini berakhir 30 September kalau tidak salah," kata Agus Rahardjo ketika menghadiri Festival Konstitusi dan Anti Korupsi di Yogyakarta seperti dikutip Antara, Rabu (11/9).
Dengan waktu terbatas itu, menurut dia, sulit untuk mewujudkan Komisi Pemberantasan Korupsi yang lebih baik jika tetap memaksakan revisi. "30 September harus selesai, itu kan tidak mungkin kita kemudian bisa berdiskusi (soal revisi), berbicara dengan banyak pihak bagaimana KPK ke depan lebih baik," kata dia.
Kemudian, Agus menyebut banyaknya aksi menolak revisi UU KPK semestinya menjadi perhatian dan pertimbangan karena suara tersebut berasal dari rakyat.
"Itu harus menjadi perhatian juga kepada pemrakarsa (revisi), juga jadi perhatian juga bagi bapak presiden, mendengar suara rakyat itu saya pikir penting sekali," ujar Agus Rahardjo.
Agus disambut sejumlah massa dari mahasiswa BEM UGM yang memberikan dukungan penolakan rencana merevisi UU KPK.
BEM Keluarga Mahasiswa UGM juga menyerahkan satu jilid yang berisi analisa dan kajian dari alasan menolak revisi UU KPK ke Agus Rahardjo[ray]
Share:

Jokowi dan DPR Sepakat Revisi UU KPK


 Jokowi dan DPR Sepakat Revisi UU KPK
Jokowi pimpin rapat terbatas soal industri 4.0. ©Liputan6.com/Angga Yuniar
 DPR dan Pemerintah akhirnya menyepakati untuk membahas bersama revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Hal ini dibuktikan dengan Surat Presiden Jokowi yang telah dikirim ke DPR.
Anggota DPR Komisi III Arsul Sani mengkonfirmasi bahwa surat presiden telah diterima oleh dewan. Surat Presiden tersebut diterima DPR pada Rabu (11/9) sore.
"Sudah masuk. Sore tadi," kata Arsul singkat kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (11/9).
Hal tersebut sempat disinggung Arsul dalam uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK di Komisi III DPR. Arsul menyampaikan hal ini kepada pimpinan rapat Mulfachri Harahap.
Kepada wartawan, Arsul memperlihatkan kertas tersebut secara singkat. Kertas tersebut terlihat ditandatangani dengan tinta biru dan dimasukan ke dalam sebuah map DPR berwarna putih.
Namun, Arsul mengaku belum membaca daftar investaris masalah (DIM). Kata dia, lampirannya belum dia lihat. Baru yang diterima oleh DPR berupa surat pengantar.
"Belum saya lihat, saya baru surat pengantarnya, lampirannya belum saya lihat," ucap Sekjen PPP itu.
Presiden Joko Widodo telah meneken Surat Presiden terkait revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Surat tersebut kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno sudah diberikan kepada DPR untuk segera dimulainya pembahasan.
"Surpres Revisi UU KPK sudah diteken Presiden dan sudah dikirim ke DPR ini tadi. Intinya bahwa nanti Bapak Presiden jelaskan detail seperti apa," kata Pratikno di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (11/9).
Sementara, hingga saat ini Mantan Gubernur DKI Jakarta masih mempelajari terkait Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Menurut Pratikno, pemerintah telah merevisi DIM Revisi UU KPK yang diterima dari DPR RI.
"Tapi bahwa DIM yang dikirim pemerintah banyak merevisi draf yang dikirim DPR," lanjut Pratikno.
Jokowi juga berkomitmen dengan adanya revisi tersebut dan poin-poin seperti dewan pengawas, penyadapan, hingga SP3, pihak KPK tidak akan dibatasi dan independensi tidak akan terganggu.
"Saya melihat, saya ingin melihat dulu DIM-nya. Jangan sampai adanya pembatasan-pembatasan yang tidak perlu. Sehingga independensi dari KPK ini jadi terganggu," kata Jokowi.
Dia mengklaim satu dan dua hari ke depan akan mempelajari. Dan akan diputuskan secepatnya dan akan disampaikan.
"Intinya kesana tapi saya akan melihat dulu satu persatu akan kita pelajari, diputusin baru kita sampaikan. Kenapa ini-ya, kenapa ini tidak karena tentu saja ada yang setuju ada yang tidak setuju" ungkap Jokowi.
KPK Minta Revisi Dibahas DPR Baru
Ketua KPK Agus Rahardjo menyarankan agar Revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi baru dibicarakan pada masa jabatan Anggota DPR RI periode 2019-2024. Sebab, kata Agus, masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019 hanya tersisa kurang lebih 2 pekan.
Dengan waktu terbatas itu, menurut dia, sulit untuk mewujudkan Komisi Pemberantasan Korupsi yang lebih baik jika tetap memaksakan revisi.
"Hari ini ada usaha untuk melakukan revisi, dan kami tolak karena, bayangkan itu harus selesai 30 September 2019, biarkan DPR berikutnya yang membicarakannya, yang ini berakhir 30 September kalau tidak salah," kata Agus Rahardjo[rnd]
Share:

Capim Nyoman Wara Tolak Tanggapi Revisi UU KPK


 Capim Nyoman Wara Tolak Tanggapi Revisi UU KPK
Nurul Ghufron dan I Nyoman Wara Jalani Tes Kelayakan dan Kepatutan Capim KPK. ©Liputan6.com/JohanTallo
 Calon pimpinan KPK I Nyoman Wara menolak memberikan pandangan terkait revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Saat Nyoman menjalani uji kelayakan dan kepatutan dengan Komisi III, diminta pendapat setuju atau tidaknya terhadap perubahan UU KPK.
Nyoman berkata, sebagai pimpinan KPK tidak dalam posisi untuk menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap revisi tersebut.
"Kalau menurut kami, kami tidak dalam, seharusnya pimpinan KPK tidak dalam setuju, tidak setuju terhadap revisi UU KPK," ujar Nyoman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (11/9).
Pernyataan tersebut berbeda dengan empat Capim KPK lain yang menjalani uji kelayakan dan kepatutan berbarengan dengan Nyoman. Empat Capim sebelum Nyoman, memberikan pandangan setuju dan tidak setuju terhadap pasal dalam draf UU KPK. Kebanyakan sepakat dengan pemberian kewenangan untuk memberhentikan kasus alias mengeluarkan surat perintah pemberhentian penyidikan (SP3).
Nyoman menegaskan, siapapun yang menjadi pimpinan KPK harus taat terhadap UU KPK. Dia menjelaskan, yang memiliki kewenangan mengubah UU tersebut adalah DPR bersama pemerintah. Sebagai pelaksana UU, auditor BPK itu menyatakan akan taat undang-undang.
"Tetapi siapapun menjadi pimpinan KPK kewajiban menjalankan tugas dan wewenang yang ada di dalam UU KPK. Karena kewenangan untuk merevisi tidak merevisi ada di Dewan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah. Boleh beri masukan boleh saja siapapun boleh beri masukan tentunya," ucapnya. [rnd]
Share:

Recent Posts